INGGRIS
Di Inggris, ada City Council untuk kawasan perkotaan, ada
juga Town Council untuk kawasan kota dengan ukuran yang
lebih kecil dan ada juga Village Councilatau Parish Council.
Di Inggris tiap-tiap rumah diwajibkan membayar
pajak bumi dan bangunan juga, sama seperti di Indonesia, yang disebut Council Tax. Yang berbeda mungkin hanya jumlahnya yang
lebih mahal.
Council Tax ini digunakan
oleh pemerintah lokal setempat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan lokal semacam
perbaikan jalan, pemberian layanan dan fasilitas umum, dan juga pengelolaan sampah.
Konsepnya cukup
sederhana. Dalam hal pengelolaan sampah, dari uang pajak yang kita bayar tiap
bulan, oleh Council dibelanjakan. Salah satunya adalah untuk pengadaan wheelie bin, atau “tempat sampah beroda”. Disebut
demikian karena memang ada rodanya, hingga mudah didorong ke mana-mana untuk
memperingan pekerjaan.
Ukuran kotak sampah ini bermacam-macam, dari
kecil untuk perumahan-perumahan yang agak padat agar menghemat tempat, sampai
ukuran raksasa untuk sampah industri. Warnanya pun beragam, tergantung aturan
tiap daerah atau kota yang memakainya.
Di setiap rumah, diberikan tiga buah wheelie bin ukuran sedang (seperti gambar pertama
yang berwarna hijau) oleh Town Council. Satu
berwarna hijau, satu berwarna coklat dan satu lagi biru tua. Di tutup
masing-masing kotak sampah ini, tercetak tulisan dengan rapi apa-apa yang harus
dimasukkan ke dalam kotak sampah yang mana, dan apa-apa yang tidak boleh.

Kotak sampah ukuran besar untuk industri
Di kotak sampah yang coklat, hanya diperbolehkan
mengisi sampah kebun semacam daun, akar, ranting, gulma, bunga, sampah organik
dapur semacam kulit kupasan buah, sampah sayuran dll, dan juga kertas karton
atau kardus bekas. Tetapi abu sisa pembakaran sampah, kebun, sisa barbeque atau
bakar sate tidak boleh dimasukkan ke kotak coklat ini.
Di kotak sampah yang biru tua, hanya
diperbolehkan mengisi botol-botol kemasan plastik yang sudah tidak terpakai,
semacam botol susu, minuman jus, botol selai, botol minyak sayur, dll. Semua
harus yang berupa plastik saja. Di sini juga bisa dimasukkan majalah-majalah
bekas, koran bekas dan brosur-brosur bekas yang tak terpakai. Dan semua yang
berbahan kertas.
Di kotak sampah yang hijau, diperbolehkan
mengisi apa saja selain yang harus masuk ke biru dan coklat, kecuali botol
kaca. Semua sampah rumah tangga yang tidak boleh masuk ke coklat dan biru,
harus masuk ke kotak hijau ini. Jadi isi sampah dari kamar mandi, sampah dari
meja rias, sampah dapur yang non-organik, semua masuk ke wheelie bin yang warna
hijau.
Sementara botol-botol kaca bekas selai, sambal
ABC, kecap Bango, dll harus dikumpulkan terpisah untuk lalu dibawa ke tempat
penampungan khusus yang biasa disediakan di jalan masuk supermarket-supermarket
besar.
Di dekat tempat penampungan botol bekas ini
juga sering tersedia kotak raksasa untuk pembuangan sepatu bekas dan baju
bekas. Hebat kan? Orang-orang di sini kadang aneh-aneh. Seringnya mereka
membeli sesuatu tapi lupa memakainya, dan ketika ingat, sudah tidak berminat
lagi. Lebih banyak baju-baju yang masih berlabel masuk ke tempat pembuangan
ini, karena pemiliknya kehilangan minat untuk memakainya (meskipun masih baru)
Demikian juga dengan sepatu, sering bernasib
serupa. Tapi jangan pikir kalian bisa mengambilnya begitu saja, karena
pembuangan sepatu dan baju ini didesain sedemikian rupa sehingga menjadi
semacam kotak surat. Kalau kalian sudah memasukkan surat ke kotak surat, susah
kan mengambilnya lagi? Sama halnya dengan kotak sepatu dan baju bekas ini. Yang
sudah masuk, tidak bisa keluar lagi, kecuali si petugasnya membuka gembok
raksasa dan mengeluarkan isinya.

. Kotak sepatu dan baju bekas
Lalu diapakan baju dan
sepatu ini nantinya? Di Inggris, ada yang namanya charity atau badan amal, mereka ada di mana-mana
dan banyak sekali. Badan-badan amal ini resmi, terdaftar dan kegiatannya
dipantau oleh pemerintah, jadi bukan main-main. Mereka inilah yang mengumpulkan
sepatu dan baju bekas untuk akhirnya dijual lagi dengan harga super murah, dan
uangnya digunakan untuk kegiatan amal.
Toko-toko milik charity ini bertebaran hampir di tiap desa dan
kota. Yang dijual adalah barang-barang bekas seperti sepatu, baju, mainan, alat
dapur dan buku. Uniknya, di tiap buku yang dijual, ditempeli stiker berisi
himbauan agar jika selesai membaca, mohon dikembalikan ke toko itu untuk dijual
lagi. Jadi uang yang kita bayarkan sewaktu membeli buku itu jadi semacam uang
sewa buku. Kalau aku sih seringnya buku dari tokocharity kumasukkan
ke rak buku untuk nambah koleksi.
Bagaimana kalau kotak
sampah kita sudah penuh? Ke mana sampah-sampah rumah tangga tadi dibawa pergi?
Siapa yang mengambilnya? Di sini lagi-lagi peran Council sangat dibutuhkan. Dari uang pajak rumah
yang kita bayarkan tiap bulan tadi, masing-masing Council di tiap wilayah
masing-masing akan menyediakan mobil-mobil sampah yang berkeliling dari rumah
ke rumah setiap satu minggu sekali untuk mengumpulkan sampah-sampah kita.
Sampah dari kotak warna coklat dan biru akan
dikirimkan ke perusahaan daur ulang. Sampah organik dari kotak coklat akan
diproses menjadi kompos, produk untuk berkebun dan semacamnya, sedangkan sampah
dari kotak biru yang berisi kertas dan plastik akan diolah lagi menjadi
produk-produk daur ulang yang berbahan kertas dan plastik.

Karena isinya tidak
memenuhi persyaratan daur ulang, sampah dari kotak yang berwarna hijau akan
dikirimkan ke tempat pembuangan sampah atau disebut landfill setempat yang dikelola dengan cukup baik
agar proses pembusukan sampahnya tidak mencemari air tanah dan udara sekitar.
Sebagian lagi dikirimkan ke sebuah tempat bernama incinerator atau tempat pembakaran sampah untuk
dimusnahkan dengan cara dibakar.
Incinerator ini diperlukan
untuk membantu mengurangi volume sampah yang terus menggunung di landfill. Karena proses pembusukan sampah juga
memerlukan waktu cukup lama, kadang-kadang keterbatasan lahan landfill mengharuskan sebagian volume sampah harus
dibakar.
Incinerator dikelola sedemikian
rupa agar panas dari pembakaran bisa dimanfaatkan dan didaur ulang untuk sumber
energi atau pemanas, sedangkan gas buang dari cerobongnya diolah terlebih
dahulu agar kandungan bahan-bahan berbahaya yang bisa mencemari udara bisa
ditekan sekecil-kecilnya atau dihilangkan sama sekali. Hal ini juga sudah
diatur dengan ketat oleh Uni Eropa dan semua negara-negara yang tergabung dalam
Uni Eropa wajib mematuhinya

. Incinerator atau tempat pembakaran sampah
Bagaimana kalau kita harus membersihkan rumah
dan ingin membuang beberapa perkakas rumah tangga seperti meja, kursi, sepeda
atau daun pintu? Bagaimana kalau kita membersihkan kebun dan menebang pohon? Ke
mana sampah-sampah yang ukurannya besar ini harus dibuang karena tentu
saja tidak akan muat dimasukkan ke dalam kotak sampah yang kita punya di rumah?
Sampah-sampah berukuran besar tersebut harus
dibuang ke tempat pembuangan sampah terdekat. Tempat pembuangan sampah (TPS)
ini bukan tanah luas seperti di daerah Bekasi yang baunya bisa tercium dari
jarak puluhan kilometer, dan di mana kehidupan para pemulung barang bekas
terpusatkan.
Tempat pembuangan
sampah di sini (atau biasa disebut recycling centre atau the tip), ukurannya tidak terlalu besar. Biasanya
tempat ini punya gerbang yang bisa dibuka tutup dan dikunci di malam hari, dan
jalan masuknya teraspal rapi supaya bisa diakses oleh mobil yang keluar masuk
membawa barang-barang buangan.
Apa perbedaannya
dengan landfill tadi? Tentu saja berbeda. Kalau landfill digunakan sebagai tempat pembuangan akhir
(TPA) untuk sampah-sampah yang tidak bisa didaur ulang lagi, TPS yang
dimaksudkan di sini dipakai untuk mengumpulkan sampah-sampah berukuran besar
yang tidak bisa diambil oleh mobil pengangkut sampah biasa.
Itulah perbedaannya.
Untuk ke sini, orang yang ingin membuang sampah harus membawa mobil sendiri. Di
dalam recycling centre ini ada beberapa petugas yang
kerjanya memberi petunjuk ke mana para pengendara mobil yang penuh
barang-barang buangan ini harus memarkir mobilnya dan jenis sampah apa harus
masuk ke kotak yang mana.

. Recycling Centre atau tip
Tiap-tiap jenis sampah
yang berbeda-beda harus dimasukkan ke dalam kotak-kotak besi raksasa (Skip), yang masing-masing sudah dilabeli untuk diisi
jenis sampah tertentu. Contohnya, sampah dari kebun seperti tebangan pohon,
atau kotak yang lain ditujukan sebagai tempat buangan sampah mesin seperti
sepeda bekas, mesin cuci rusak, dsb.
Dengan sistem pengelolaan sampah seperti ini,
semua rumah dan industri berkewajiban untuk melakukan pemisahan sampah sejak
kita memakai produk-produk yang kita konsumsi sehari-hari. Pemisahan sampah
oleh konsumen pemakai produk di tahap awal, sangat membantu mengurangi biaya
sortir. Bayangkan jika seluruh sampah tersebut dicampur aduk menjadi satu dan
dibuang bersama-sama. Alangkah sayangnya. Sampah yang harusnya bisa didaur
ulang bercampur dengan sampah lain, berakhir di TPA dan tidak bisa dimanfaatkan
lagi. Jikalau hendak didaur ulang, proses pemisahannya juga akan membutuhkan
tenaga dan waktu yang cukup lama.
Di Inggris, tidak diperbolehkan untuk membuang
sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah, atau membakarnya di kebun
belakang rumah. Selain untuk menghindari pencemaran tanah dan air tanah, juga
asap pembakaran akan mencemari udara. Seluruh pengelolaan sampah di negara
Inggris dilakukan oleh pemerintah, dan pemisahan sampah sejak di rumah menjadi
kewajiban setiap warga.
Hal ini mudah dilakukan karena sudah menjadi
kebiasaan hidup sehari-hari dan menjadi tradisi. Kita akan otomatis memisahkan
sampah menurut jenisnya setiap hari dan setiap saat, tanpa menyadarinya.
Selanjutnya adalah tugas pemerintah untuk mengambil, mengolah dan melakukan
pembuangan sampah dengan pertanggungjawaban yang tinggi terhadap kesehatan,
lingkungan dan alam sekitar. Undang-undang kesehatan dan lingkungan yang sudah
diregulasi oleh negara dan Uni Eropa juga harus dipatuhi.
wow... keren.. , bias tidak ya di Indonesia dari RT/RW dulu dijalankan, misalkan satu kelurahan dan kecamatan aja dulu lah jalan spt itu, lalu satu kota (percontohan) dan selanjutnya kota2 lain.., tp apa bisa pemerintah Indonesia menjalankan pengelolaan sampah spt di inggris.
BalasHapusdan misalnya, membuat peraturan untuk developer perumahan2 baru untuk pengelolaan sampahnya sendiri, sehingga setiap perumahan di kota2, memiliki satu spot mengelolaan sampah mereka sendiri.
untuk desa/dusun, yang rata2 masih memiliki lahan luas, bisa mulai dicoba.